Kamis, 28 Maret 2013

Kesehatan Mental - Tulisan 2

TEORI KEPRIBADIAN SEHAT
Aliran Psikoanalisa
Orang yang pertama kali berusaha merumuskan psikologi manusia dengan memperhatikan struktur jiwa manusia adalah Sigmund Freud. Menurut Freud, perilaku manusia merupakan hasil interaksi tiga subsistem dalam kepribadian manusia yang disebutnya id, ego, dan superego (Heru Basuki: 2008, 12-31; Sumadi Suryabrata: 2003, 34).
Id adalah bagian dari kepribadian yang menyimpan dorongan-dorongan biologis manusia, atau disebut juga pusat insting (hawa nafsu).

Ada dua insting dominan yaitu : a. libido; yaitu insting reproduktif untuk tujuan-tujuan konstruktif, Insting ini disebut juga insting kehidupan/ eros, misalnya, dorongan seksual, segala hal yang mendatangkan kenikmatan termasuk kasih ibu, pemujaan pada Tuhan dan cinta diri/ narsisme ; b. Thanatos, yaitu insting destruktif dan agresif. Insting ini disebut juga insting kematian. Semua motif manusia adalah gabungan antara eros dan thanatos. Id bergerak berdasarkan prinsip kesenangan, ingin segera memenuhi kebutuhannya. Id bersifat egoistis, tidak bermoral dan tidak mau tahu dengan kenyataan. Id adalah tabiat hewani manusia. Walaupun Id mampu melahirkan keinginan, tetapi ia tidak mampu memuaskan keinginannya.
Ego berfungsi menjembatani tuntutan-tuntutan Id dengan reaitas di dunia luar. Ego adalah mediator antara hasrat-hasrat hewani dan tuntutan rasional dan realistic. Ego-lah yang menyebabkan manusia mampu menundukkan hasrat hewaninya dan hidup sebagai wujud yang rasional. Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas. Misalnya, ketika id mendesak supaya anda membalas ejekan lagi, ego segera memperingatkan anda bahwa lawan anda adalah “Bos” yang dapat memecat anda. Kalau anda mengikuti desakan Id, maka anda akan konyol. Setelah itu anda baru ingat, bahwa bahaya jika sampai berani melawan pimpinan dalam budaya Indonesia.
Superego adalah “polisi kepribadian” yang mewakili dunia ideal. Superego adalah hati nurani (conscience) yang merupakan internalisasi dari norma-norma social dan cultural masyarakatnya. Superego akan memaksa ego untuk menekan hasrat-hasrat yang tidak berlainan kea lam bawah sadar. Baik id maupun superego berada dalam bawah sadar manusia, sedangkan ego berada ditengah, antara memenuhi desakan id dan peraturan superego. Untuk mengatasi ketegangan , ia dapat menyerah pada tuntutan id, tetapi berarti dihukum superego dengan perasaan bersalah. Untuk menghindari ketegangan, konflik atau frustasi, ego secara sadar lalu menggunakan mekanisme pertahanan ego, yaitu dengan mendistorsi realitas. Secara singkat, dalam psikoanalisis perilaku manusia merupakan interaksi komponen biologis (id), komponen psikologis (ego) dan komponen social (superego), atau unsure animal, rasional dan moral (hewani, akal dan nilai) (Bertens, 2006: 21).
Sumber : Rochman, Kholil Lur.2010. Kesehatan Mental. Yogyakarta : Fajar Media Press,  
                 Purwokerto: STAIN PRESS




Aliran Behavioralisme
Behavioristik lahir sebagai reaksi terhadap introspeksionisme (yang menganalisis jiwa manusia berdasarkan laporan-laporan subjektif) dan juga psikoanalisis yang berbicara tentang alam bawah sadar yang tidak tampak).
Behavioristik ingin menganalisis hanya perilaku yang Nampak saja, yang dapat diukur,dilukiskan dan diramalkan. Belakangan, teori kaum behavioristik lebih dikenal dengan nama teori belajar, karena menurut mereka seluruh perilaku manusia, kecuali insting adalah hasil belajar. Behavioristik tidak mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; kaum behavioristik hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh factor-faktor lingkungan. Dari sinilah timbul konsep “manusia mesin” (homo mechanicus”). Behavioristik sangat banyak menentukan perkembangan psikologi, terutama dalam hal eksperimen-eksperimen. Kajian-kajian psikologi seringkali hanya mencerminkan pendekatan ini (Calvin Hall, 1993:45).
Pemikiran behavioristik sebenarnya sudah dikenal sejak Aristoteles yang berpendapat bahwa, pada waktu lahir jiwa manusia tidak memiliki apa-apa sama seperti meja lilin (tabula rasa) yang siap dilukis oleh pengalaman.
Kemudian John Locke meminjam konsep ini, yang dikenal sebagai sebagai kaum empirisme. Menurut mereka, pada waktu lahir, manusia todak mempunyai warna men tal. Warna ini didapat dari pengalaman. Pengalaman adalah jalan satu-satunya kearah penguasaan pengetahuan. Secara psikologis, ini berarti bahwa seluruh perilaku manusia, kepribadian dan tempramen ditentukan oleh pengalaman indrawi. Pikiran dan perasaan bukan penyebab perilaku manusia, tetapi disebabkan oleh perilaku masa lalu. Salah satu kesulitan empirisme dalam menjelaskan gejala psikologi timbul ketika orang membicarakan apa yang mendorong manusia berperilaku tertentu. Hedomisme, salah satu paham filsafat etika memandang manusia sebagai mahluk yang bergerak untuk memenuhi kepentingan dirinya, mencari kesenangan dan menghindari penderitaan. Utilitarianisme mencoba mengkaji seluruh perilaku manusia pada prinsip ganjaran dan hukuman. Bila empirisme digabung dengan utilitarianisme dan hedonism, maka akan kita temukan behavioristik (Sumadi, 2003: 34).
Memang behavioristik tidak bisa menjelaskan tentang motivasi. Motivasi memang terjadi dalam diri individu, sedangkan kaum behavioristik hanya melihat peristiwa-peristiwa yang “kasat mata” dalam arti yang dapat diamati bersifat eksternal. Perasaan dan pikiran tidak menarik perhatian kaum behaviorisme. Beberapa ratus tahun kemudian barulah psikologi kembali memasuki proses kejiwaan internal. Paradigm baru ini kemudian terkenal sebagai psikologi kognitif.
Sumber : Rochman, Kholil Lur.2010. Kesehatan Mental. Yogyakarta : Fajar Media Press,  
                 Purwokerto: STAIN PRESS



Aliran Humanistik
Psikologi humanistic dianggap sebagai revolusi ketiga dalam psikologi. Revolusi pertama dan kedua adalah psikoanalisis dan behavioralisme.
Dalam pandangan behavioristik manusia menjadi robot tanpa jiwa dan tanpa nilai. Psikologi humanistic mengambil banyak dari psikoanalisis neo-Freudian seperti Adler dan Jung, serta banyak mengambil pemikiran fenomenologi memandang manusia hidup dalam “dunia kehidupan” yang dipersepsi dan diinterpretasi secara subjektif. Setiap orang mengalami dunia dengan caranya sendiri. Alam pengalaman setiap orang berbeda dari alam pengalaman orang lain.
Menurut Alfred Schultz, tokoh fenomenologi, pengalaman subjektif ini dikomunikasikan oleh factor social dalam proses intersubjektivitas. Intersubjektivitas diungkapkan pada eksisten-sialisme dalam tema dialog, pertemuan, hubungan diri dengan orang lain. Eksistensialisme menekankan pentingnya kewajiban individu sesame manusia. Yang paling penting bukan apa yang didapat dari kehidupan, teta[I apa yang dapat kita berikan untuk kehidupan.
Hidup kita baru bermakna hanya apabila melibatkan nilai-nilai dan pilihan yang konstruktif secara social. Jadi intisari dari psikologi humanism adalah bahwa pada keunikan manusia, pentingnya nilai dan makna, serta kemampuan manusia untuk mengembangkan dirinya. Pandangan psikologi humanism pada intinya adalah setiap manusia hidup dalam dunia pengalaman yang bersifat pribadi dimana dia (Sang Aku, Ku, atau Diriku/ I, Me atau My self) menjadi pusat. Perilaku manusia berpusat pada konsep diri, yaitu persepsi manusia tentang identitas dirinya yang bersifat fleksibel dan berubah-ubah, yang munculdari suatu medan fenomenal. Manusia berperilaku untuk mempertahankan, meningkatkan, dan mengaktualisasikan diri. Individu bereaksi pada situasi sesuai dengan persepsi tentang dirinya dan dunianya. Dengan perkataan lain, ia bereaksi pada “realitas” seperti yang dipersepsikan olehnya dengan cara yang sesuai dengan konsep dirinya. Anggapan adanya ancaman terhadap diri akan diikuti oleh pertahanan diri berupa penyempitan dan pengkakuan persepsi dan perilaku penyesuaian serta pengguanaan mekanisme pertahanan ego seperti rasionalisasi. Kecenderungan batiniah manusia adalah menuju kesehatan dan keutuhan diri. Dalam kondisi yang normal ia berperilaku rasional dan konstruktif, serta memilih jalan menuju pengembangan dan aktualisasi diri.
Sumber : Rochman, Kholil Lur.2010. Kesehatan Mental. Yogyakarta : Fajar Media Press,  
                 Purwokerto: STAIN PRESS

NUNIK PARWATI
17511862
2PA01

Tidak ada komentar:

Posting Komentar