Selasa, 23 April 2013

Kesehatan Mental - Tugas 2 (Tulisan 3)

Coping Stress 
  •  Pengertian dan Jenis-jenis Coping Stress
-  Pengertian Coping Stress
Individu dari semua umur mengalami stres dan mencoba untuk mengatasinya. Karena ketegangan fisik dan emosional yang menyertai stres menimbulkan ketidaknyaman, seseorang menjadi termotivasi untuk melakukan sesuatu untuk mengurangi stres. Hal-hal yang dilakukan bagian dari  coping (dalam Jusung, 2006).
Menurut Colman (2001) coping adalah proses dimana seseorang mencoba untuk mengatur  perbedaan yang diterima antara  demands dan  resources yang dinilai dalam suatu keadaan yang stressful.
Lazarus & Folkman (1986) mendefenisikan coping sebagai segala usaha untuk mengurangi  stres, yang merupakan proses pengaturan atau tuntutan (eksternal maupun internal) yang dinilai sebagai beban yang melampaui kemampuan seseorang.
Sarafino (2006) menambahkan bahwa  coping adalah proses dimanaindividu melakukan usahauntuk mengatur (management) situasi yangdipersepsikan adanya kesenjangan antara usaha (demands) dan kemampuan(resources) yang dinilai sebagai penyebab munculnya situasi stres.    
Menurut Sarafino (2006) usaha coping sangat bervariasi dan tidak selalu dapat membawa pada solusi dari suatu masalah yang menimbulkan situasi stres. Individu melakukan proses coping terhadap stres melalui proses transaksi dengan lingkungan, secara perilaku dan kognitif.
-  Jenis- jenis Coping Stress
     Lazarus & Folkman (1986) mengidentifikasikan berbagai jenis strategi coping,
baik secara problem-focused maupun emotion-focused, antara lain:
1.  Planful problem solving yaitu usaha untuk mengubah situasi, dan
menggunakan usaha untuk memecahkan masalah.
2.  Confrontive coping yaitu menggunakan usaha agresif untuk mengubah situasi,
mencari penyebabnya dan mengalami resiko.
3.  Seeking social support yaitu menggunakan usaha untuk mencari sumber
dukungan informasi, dukungan sosial dan dukungan emosional.
4.  Accepting responsibility yaitu mengakui adanya peran diri sendiri dalam
masalah
5.  Distancing yaitu menggunakan usaha untuk melepaskan dirinya, perhatian
lebih kepada hal yang dapat menciptakan suatu pandangan positif.
6.  Escape-avoidance yaitu melakukan tingkah laku untuk lepas atau
menghindari.
7.  Self-control yaitu menggunakan usaha untuk mengatur tindakan dan perasaan
diri sendiri.
8.  Positive reappraisal  yaitu menggunakan usaha untuk menciptakan hal-hal positif dengan memusatkan pada diri sendiri dan juga menyangkut religiusitas.

Sumber : www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24670/.../Chapter%20II.pdf 
  • Jenis- jenis Coping yang Konstruktif atau Positif (Sehat)
Harber & Runyon (1984) menyebutkan jenis-jenis koping yang
dianggap konstruktif, yaitu:
1.      Penalaran (Reasoning)
Yaitu penggunaan kemampuan kognitif untuk mengeksplorasi berbagai macam alternatif pemecahan masalah dan kemudian memilih salah satu alternatif yang dianggap paling menguntungkan. Individu secara sadar mengumpulkan berbagi informasi yang relevan berkaitan dengan soal yang dihadapi, kemudian membuat alternatif-alternatif pemecahannya, kemudian memilih alternatif yang paling menguntungkan dimana resiko kerugiannya paling kecil dan keuntungan yang diperoleh paling besar.
2.      Objektifitas
Yaitu kemampuan untuk membedakan antara komponen-komponen emosional dan logis dalam pemikiran, penalaran maupun tingkah laku. Kemampuan ini juga meliputi kemampuan untuk membedakan antara pikiran-pikiran yang berhubungan dengan persoalan yang tidak berkaitan. Kemampuan untuk melakukan koping  jenis objektifitas mensyaratkan individu yang bersangkutan memiliki kemampuan untuk mengelola emosinya sehingga individu mampu memilah dan membuat keputusan yang tidak semata didasari oleh pengaruh emosi.
3.      Konsentrasi
Yaitu kemampuan untuk memusatkan perhatian secara penuh pada persoalan yang sedang dihadapi. Konsentrasi memungkinkan individu untuk terhindar dari pikiran-pikiran yang mengganggu ketika berusaha untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi. Pada kenyataanya, justru banyak individu yang tidak mampu berkonsentrasi ketika menghadapi tekanan. Perhatian mereka malah terpecah-pecah dalam berbagai arus pemikiran yang justru membuat persoalan menjadi semakin kabur dan tidak terarah.
4.      Humor 
Yaitu kemampuan untuk melihat segi yang lucu dari persoalan yang sedang dihadapi, sehingga perspektif persoalan tersebut menjadi lebih luas, terang dan tidak dirasa sebagai menekan lagi ketika dihadapi dengan humor. Humor memungkinkan individu  yang bersangkutan untuk memandang persoalan dari sudut manusiawinya, sehingga persoalan diartikan secara baru, yaitu sebagai persoalan yang biasa, wajar dan dialami oleh orang lain juga.
5.      Supresi
Yaitu kemampuan untuk menekan reaksi yang mendadak terhadap situasi yang ada sehingga memberikan cukup waktu untuk lebih menyadari dan memberikan reaksi yang lebih konstruktif. Koping supresi juga mengandaikan individu memiliki kemampuan untuk mengelola emosi sehingga pada saat tekanan muncul, pikiran sadarnya tetap bisa melakukan kontrol secara baik. Berhitung sampai sepuluh ketika mulai merasakan emosi marah, sehingga kepala menjadi dingin kembali sehingga mampu memikirkan alternatif tindakan yang lebih baik, merupakan contoh supresi.
6.      Toleransi terhadap Kedwiartian atau Ambiguitas
Yaitu kemampuan untuk memahami bahwa banyak hal dalam kehidupan yang bersifat tidak jelas dan oleh  karenanya perlu memberikan ruang bagi ketidak jelasan tersebut. Kemampuan melakukan toleransi mengandaikan individu sudah memiliki perspektif hidup yang matang, luas dan memiliki rasa aman yang cukup.
7.      Empati 
Yaitu kemampuan untuk melihat sesuatu dari pandangan orang lain. Empati juga mencakup kemampuan untuk menghayati dan merasakan apa yang dihayati dan dirasakan oleh orang lain. Kemampuan empati ini memungkinkan individu mampu memperluas dirinya dan menghayati perspekt if pengalaman orang lain sehingga individu yang bersangkutan menjadi semakin kaya dalam kehidupan batinnya.

APA (1994) yang menerbitkan DSM-IV juga menyebutkan
sejumlah koping yang sehat yang merupakan bentuk penyesuaian diri
yang paling tinggi dan paling baik (high adaptive level) dibandingkan
dengan jenis koping lainnya. Selain supresi, sublimasi, dan humor
seperti yang telah disebutkan di muka, jenis koping yang sehat lainnya
adalah:
1.      Antisipasi
Antisipasi berkaitan dengan kesiapan mental individu untuk menerima suatu perangsang. Ketika individu berhadap dengan konflik-konflik emosional atau pemicu stres baik dari dalam maupun dari luar, dia mampu mengantisipasi akibat-akibat dari konflik atau stres tersebut dengan cara menyediakan alternatif respon atau solusi yang paling sesuai.
2.      Afiliasi 
Afiliasi berhubungan dengan kebutuhan untuk berhubungan atau bersatu dengan orang lain dan bersahabat dengan mereka. Afiliasi membantu individu pada saat menghadapi
konflik baik dari dalam dan luar, dia mampu mencari sumber- sumber dari orang lain untuk mendapatkan dukungan dan pertolongan. Koping afiliasi ini meliputi kemampuan untuk dapat membagikan masalah yang dihadapi dengan orang lain sehingga secara tidak langsung membuat orang lain turut merasa bertanggung jawab terhadap persoalan/konflik/stres yang dihadapi.
3.      Altruisme
Altruisme merupakan salah satu bentuk koping dengan cara mementingkan kepentingan orang lain. Konflik-konflik yang memicu timbulnya stres baik dari dalam maupun dari luar diri dialihkan dengan melakukan pengabdian pada kebutuhan orang lain. Altruisme berbeda dengan tindakan pengorbanan diri yang menjadi ciri-ciri mekanisme bela ego reaksi formasi, dimana individu mengalami kepuasan bila dia mengalami sendiri apa yang dialami oleh orang lain, atau dilakukan untuk orang lain. Pada berbagai kepercayaan/agama, altruisme mendapatkan nilai yang tinggi sebagai perwujudan kedewasaan spiritual manusia.
Berkorban, memberikan diri bagi sesama menjadi nilai universal yang sangat duhargai oleh  manusia. Manusia-manusia yang mampu membuktikan tindakan altruism, mereka dianggap sebagai pahlawan kemanusiaan. Gandhi, Suster Theresa, Martin Luther King, dan berbagai tokoh lain bisa menjadi personifikasi dari tindakan altruisme ini.
4.      Penegasan diri (self assertion)
 Individu berhadapan dengan konflik  emosional yang menjadi pemicu stres dengan cara mengekspresikan perasaan-perasaan dan pikiran-pikirannya secara lengsung tetapi dengan cara yang tidak memaksa atau memanipulasi orang lain. Menjadi asertif tidak sama dengan tindakan agresi. Asertif adalah menegaskan apa yang dirasakan, dipikirkan oleh individu yang bersangkutan, namun dengan menghormati pemikiran dan perasaan orang lain. Dewasa ini pelatihan-pelatihan dibidang asertifitas mulai banyak dilakukan untuk memperbaiki relasi antar manusia.
5.      Pengamatan diri (Self observation)
Pengamatan diri sejajar dengan introspeksi, yaitu individu melakukan pengujian secara objektif proses-proses kesadaran diri atau mengadakan pengamatan terhadap tingkah laku, motif, ciri, sifat sendiri, dan seterusnya untuk mendapatkan pemahaman mengenai diri sendiri yang semakin mendalam. Pengamatan diri mengandaikan individu memiliki kemampuan untuk melakukan transendensi, yaitu kemampuan untuk membuat jarak antara diri yang diamati dengan diri yang mengamati. Perkembangan kognit if dan latihan-latihan melakukan introspeksi yang dilakukan sejak remaja, akan mempertajam keterampilan untuk melakukan pengamatan diri ini (Siswanto, 2007).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar